Moms, ternyata tekanan darah yang ada di batas normal adalah salah satu kunci Anda untuk melewati kehamilan bebas komplikasi. Yuk, pastikan tekanan darah Anda tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
Setiap kali memeriksakan kandungan ke dokter, pasti kunjungan Anda diawali dengan memeriksa tekanan darah. Dengan teliti, suster akan mencatat tensi Anda dan dokter akan memantaunya dengan seksama.
Dokter memang akan terus memastikan tekanan darah Anda selalu berada di batas normal. Tekanan darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah tentunya berpotensi menimbulkan bahaya bagi janin Anda.
“Tekanan darah yang baik bagi bumil ada di antara angka 90/60 sampai 140/90. Beberapa literatur juga mengatakan bahwa kenaikan tekanan darah ibu ketika hamil adalah 20 persen dari tekanan darah rata-rata ibu pada keadaan biasa,” jelas dr. Farsyah Soemardo, Sp.OG.
Apa bahayanya dan bagaimana cara mencegah ibu hamil mengalami hipertensi atau hipotensi? Simak caranya berikut ini.
Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah ibu hamil di atas batas normal, yaitu 140/90. Hipertensi saat kehamilan bisa mengakibatkan komplikasi. Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1. Hipertensi esensial. Tidak diketahui jelas penyebabnya, bisa faktor genetik, stres, pola hidup yang tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol, pola makan yang terlalu banyak karbohidrat), dan kelebihan berat badan.
2. Hipertensi karena sebab tertentu. Hipertensi jenis ini, misalnya disebabkan oleh faktor ginjal atau kelainan kelenjar adrenal.
Secara umum, hipertensi kehamilan dibedakan menjadi:
1. Hipertensi kronis
Ibu sudah memiliki tekanan darah tinggi sebelum kehamilan atau tekanan darah tinggi pada awal kehamilan. Tekanan darah tinggi ini berhubungan dengan pompa jantung yang bisa memengaruhi kerja semua organ, seperti ginjal, fungsi liver, menyebabkan gagal jantung, dan yang terparah bisa menyebabkan perdarahan otak.
2. Pre-eklampsia/keracunan kehamilan
Kondisi ini merupakan jenis hipertensi yang terjadi ketika kehamilan memasuki usia 5 bulan. Selain tensi tinggi, gejalanya juga ditandai dengan bengkak kaki atau edema tungkai (bengkak di tungkai yang tidak hilang). Lalu dari pemeriksaan urine, ditemukan protein positif. Ketiga gejala tersebut harus terpenuhi untuk bisa dikatakan ibu hamil mengalami pre-eklampsia. Jadi, hipertensi bisa memicu pre-eklampsia, tapi juga hanya hipertensi saja tanpa pre-eklampsia.
Sementara itu, pre-eklampsia dibagi menjadi 2, yaitu ringan dengan tekanan darah 140/90 dan pre-eklampsia berat jika tekanan darah sudah mencapai 160/180. Penanganan ibu hamil dengan pre-eklampsia tidak bisa terlalu lama.
Moms perlu tahu, hipertensi adalah silent killer. Ia menyerang tanpa gejala apa pun sampai terjadi komplikasi. Pada kasus hipertensi yang sudah berat dan tidak bisa dikendalikan, biasanya dilakukan terminasi atau bayi dikeluarkan pada saat yang tepat, yaitu sekitar 32-35 minggu.
“Biasanya pre-eklampsia bisa naik menjadi eklampsia. Kalau sudah begitu, ibu harus segera dioperasi caesar dan biasanya dalam kondisi koma,” jelas dr. Farsyah. Sebagai penanganan meningkatnya tekanan darah selama hamil, Moms perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
• Untuk mencegah terjadinya komplikasi, lakukan kontrol secara teratur sehingga dokter bisa memantau kondisi kesehatan Anda. “Dokter bisa langsung meminimalisasi risiko, misalnya saja tensi naik akibat kurang tidur atau stres maka pola hidup harus segera diperbaiki,” kata dr. Farsyah.
• Pola hidup sehat, yaitu tidur 8 jam sehari, hindari rokok dan makan berlebihan. “Kurangi mengonsumsi garam, tapi bukan pantang karena metabolisme tubuh membutuhkan garam. Konsumsi pula makanan yang tinggi protein,” ujar dr. Farsyah.
• Memerhatikan gejala-gejala hipertensi, yaitu sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, rasa sakit di tengkuk, dan nyeri ulu hati karena gangguan fungsi liver yang meningkat.
• Obat anti-hipertensi diberikan jika sudah tidak bisa ditangani tanpa obat.
Hipotensi
Hipotensi atau tekanan darah rendah adalah suatu keadaan tekanan darah ibu hamil ada di bawah batas normal, yaitu 90/60. Tidak seperti hipertensi, hipotensi biasanya tidak berlangsung lama dan jarang dialami ibu hamil. Biasanya, ibu hamil mengalami hipotensi pada 3 bulan pertama akibat morning sickness. Pada kasus hipotensi, wanita yang tengah mengandung biasanya merasa pusing dan kepala berputar, apalagi saat mengubah posisi dari duduk ke berdiri atau dari duduk ke tidur.
Ada beberapa penyebab hipotensi, yaitu:
1. Kurang asupan nutrisi
2. Kurang istirahat
3. Mual muntah berlebih. Biasanya ibu yang mengalami stres akan merasakan mual dan muntah yang parah.
Hipotensi bisa sangat berbahaya untuk ibu dan janinnya. Dalam kondisi ini, aliran darah ibu dan aliran darah ke janin berkurang sehingga suplai darah ke jaringan dan organ tubuh juga berkurang.
“Biasanya jika mengalami tekanan darah rendah, kerja organ bisa terganggu sehingga ibu akan mudah merasa lemas, pusing, dan bisa saja pingsan,” jelas dr. Farsyah.
Untuk mengatasinya, Anda bisa:
1. Makan dengan nutrisi yang cukup.
2. Jika sudah terpaksa tidak bisa makan sama sekali, biasanya dokter menganjurkan untuk infus.
3. Minumlah air dan konsumsi garam.
4. Lakukan olahraga ringan.
5. Jangan berdiri terlalu lama. Bangun dari duduk atau tidur secara perlahan.
6. Pilih posisi tidur menyamping, daripada telentang. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)
#hamil , #kehamilan , #hipertensi , #hipotensi , #ibu hamil , #tekanan darah , #pre-eklampsia